assalamualaikum sahabat semua, gimana kabarnya ?? baik aja to?? :) kali ini Perpustaka'an alvictory edan's akan membahas tentang: "kemajuan tekhnologi jaman sekarang" Ketika Teknologi Membuat Majelis Ilmu Sepi wow gimana ini solasinya ?? eh solusinnya :D silahkan dibaca postingan hari ini yang berjudul:
"Ketika Teknologi Membuat Majelis Ilmu Sepi"
Termasuk nikmat bagi penuntut ilmu yang mampu kita rasakan saat ini adalah kemajuan teknologi yang begitu pesatnya. Jika ulama salaf [terdahulu] melakukan perjalanan satu-dua bulan perjalanan [atau bahkan lebih] untuk mendapatkan satu-dua hadis [atau bahkan lebih], maka kita cukup duduk di depan laptop, atau menatap layar gadget canggih lainnya, searching di google dengan memasukkan keyword yang diinginkan, dapat. Hanya sekian menit.
"Ketika Teknologi Membuat Majelis Ilmu Sepi"
Termasuk nikmat bagi penuntut ilmu yang mampu kita rasakan saat ini adalah kemajuan teknologi yang begitu pesatnya. Jika ulama salaf [terdahulu] melakukan perjalanan satu-dua bulan perjalanan [atau bahkan lebih] untuk mendapatkan satu-dua hadis [atau bahkan lebih], maka kita cukup duduk di depan laptop, atau menatap layar gadget canggih lainnya, searching di google dengan memasukkan keyword yang diinginkan, dapat. Hanya sekian menit.
Jika ulama salaf dahulu rela menjual
baju, perabotan rumah, dan segala yang dapat dijual untuk membeli
satu-dua kitab, maka kita cukup install/download maktabah syamilah
yang memuat puluhan ribu kitab ulama. Hebatnya lagi, tanpa mengeluarkan
biaya sepeser pun.
Jika ulama salaf dahulu menyalin/menulis
sebuah kitab memakan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari, maka kita
tinggal ctrl+a, ctrl+s, lalu ctrl+v, alias copy-paste, langsung tersalin
tanpa typo [keliru cetak] satu huruf pun.
Jika ulama salaf bergegas mendatangi
majelis ilmu, karena takut tiada tempat baginya duduk, maka kita cukup
download video ataupun mp3 ulama atau ustadz yang diinginkan lalu dengan
santai mendengarkan tanpa perlu berdesak-desakan.
Apakah hal itu tercela? Tentu tidak. Akan
tetapi banyak hal yang harus diperhatikan dalam masalah ini. Mungkin
kita semua lupa bahwa kemudahan teknologi itu justru terkadang
melalaikan kita. Karenanya kita jarang bersentuhan dengan kitab secara
langsung. Merasakan nikmatnya membolak-balikkan kertas halaman demi
halaman. Mencium aroma khas sebuah kitab. Dan menyingkirkan debu yang
berada di atas kitab. Menatap lamat-lamat kata-kata yang ditulis ratusan
tahun silam. Ya, kita telah melalaikan metode bersentuhan langsung
dengan kitab-kitab para ulama dan ini amat disayangkan.
Karenanya pula kita jarang hadir
menghadiri majelis para ulama. Duduk takzim mendengarkan kata demi kata.
Menikmati keheningan dan kekhidmatan yang menyelimuti majelis.
Meneladani manisnya tutur kata ulama dalam berbicara. Melihat langsung
bagaimana ilmu itu benar-benar bisa mengangkat kedudukan seorang hamba
di dunia sebelum di akhirat sana. Ya, kita telah melalaikan metode duduk
di majelis para ahli ilmu dan ini amat [sangat teramat sekali]
disayangkan. Inilah yang akan kita bicarakan.
Urgensi Hadir di Majelis Ilmu
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Pada dasarnya, menuntut ilmu itu dengan cara mendengarkan langsung dari para ulama atau ustadz, duduk bersama mereka, dan mengambil ilmu dari lisan-lisan mereka, bukan belajar otodidak langsung dari kitab-kitab.”[3]
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Pada dasarnya, menuntut ilmu itu dengan cara mendengarkan langsung dari para ulama atau ustadz, duduk bersama mereka, dan mengambil ilmu dari lisan-lisan mereka, bukan belajar otodidak langsung dari kitab-kitab.”[3]
Ini adalah metode dasar dalam menuntut ilmu yang ditempuh oleh para penuntut ilmu sedari dulu hingga sekarang. Alhamdulillah,
dakwah ahlus sunnah telah berkembang dengan pesatnya. Bak cendawan di
musim penghujan. Di berbagai kota telah kita jumpai pengajian-pengajian
yang diisi oleh berbagai ustadz. Sebuah nikmat yang patut kita syukuri.
Jika seandainya kajian yang notabene diadakan sekali seminggu saja kita
lalaikan, lantas kapankah kita akan duduk mendengarkan langsung ilmu itu
dari lisan para ulama?
Sedangkan di pelosok desa yang belum
terjamah dakwah, majelis ilmu sangat dinantikan. Penduduknya sangat
merindukan bisa duduk bersama para ulama dan ustadz. Sedangkan santri di
berbagai pondok pesantren ataupun mahasiswa di berbagai kampus Islam
saja masih merasa kurang dan membutuhkan lebih banyak majelis ilmu agar
bisa mereka hadiri. Padahal kajian di sana berlangsung setiap hari tiada
henti.
Jika kita sedikit merenungi manfaat yang
mampu kita dulang saat duduk dalam majelis ilmu, maka akan kita dapati
ada banyak sekali. Baik hal itu dalam perkara duniawi maupun ukhrawi.
Baik hal itu dalam keutamaan menuntut ilmu secara umum, keutamaan
berkumpul bersama orang saleh, dan yang semisalnya.
Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan di antaranya,
1) lebih menyingkat waktu,
2) lebih cepat paham,
3) adanya ikatan antara penuntut ilmu dengan para ulama atau ustadz.[4]
1) lebih menyingkat waktu,
2) lebih cepat paham,
3) adanya ikatan antara penuntut ilmu dengan para ulama atau ustadz.[4]
Bahkan Syaikh Bakr Abu Zaid menegaskan
pentingnya pergi menghadiri majelis untuk menuntut ilmu. Beliau berkata,
“Siapa yang tidak pergi untuk menuntut ilmu, maka dia tidak akan
didatangi untuk diambil ilmu darinya.”[5] Hal ini merupakan peringatan
bagi yang hanya menyibukkan diri dengan buku tanpa bimbingan dari guru.
Terlebih lagi sebagian ulama salaf mengatakan bahwa siapa yang
menjadikan buku sebagai gurunya, maka kelirunya lebih banyak daripada
benarnya.
Semangat Ulama Salaf dalam Menghadiri Majelis Ilmu
Suatu hal yang kita dapatkan dengan mudah [sering kali] akan hilang juga dengan mudahnya. Seperti itu juga suatu hal yang kita raih dengan bersusah payah [sering kali] melekat kuat dan tak mudah sirna. Buktikan. Mana yang lebih mudah, duduk di depan laptop atau pergi menghadiri majelis ilmu? Lalu mana yang lebih membekas ilmunya? Mungkin ini juga salah satu faktor yang membuat ilmu para ulama salaf lebih ‘membekas’ di dalam hati. Meskipun mereka membaca kitab di bawah cahaya rembulan. Meskipun mereka berada di tengah segala macam keterbatasan.
Suatu hal yang kita dapatkan dengan mudah [sering kali] akan hilang juga dengan mudahnya. Seperti itu juga suatu hal yang kita raih dengan bersusah payah [sering kali] melekat kuat dan tak mudah sirna. Buktikan. Mana yang lebih mudah, duduk di depan laptop atau pergi menghadiri majelis ilmu? Lalu mana yang lebih membekas ilmunya? Mungkin ini juga salah satu faktor yang membuat ilmu para ulama salaf lebih ‘membekas’ di dalam hati. Meskipun mereka membaca kitab di bawah cahaya rembulan. Meskipun mereka berada di tengah segala macam keterbatasan.
Jika kita mau menilik sejenak ke masa
lampau, maka akan kita dapati betapa semangatnya ulama salaf dalam
menghadiri majelis ilmu.
Abul Abbas Ahmad Tsa’lab rahimahullah,
seorang ulama nahwu, pernah berkata, “Aku tidak pernah sekalipun
kehilangan Ibrahim al-Harbi dalam majelis nahwu atau bahasa selama lima
puluh tahun.”[6]
Begitu juga Abul Hasan Al-Karkhi rahimahullah,
beliau pernah mengatakan, “Aku senantiasa hadir di majelis Abu Hazim
meskipun di hari jum’at saat di mana tidak ada pelajaran. Hal itu
kulakukan agar kebiasaanku menghadiri majelis tidaklah putus.”[7]
Lalu hasilnya begitu menakjubkan. Mereka
telah meraih derajat yang tinggi dalam bidang keilmuan. Mereka menjadi
para ulama dunia yang dikenal sepanjang masa.
Lihatlah betapa dahsyatnya semangat
ulama-ulama terdahulu dalam menghadiri majelis ilmu. Bahkan tak asing
lagi bagi kita bagaimana dahulu majelis ilmu dihadiri ribuan bahkan
puluhan ribu penuntut ilmu! Lalu tanyakan kepada ustadz yang kita kagumi
keilmuannya, apakah dahulunya dia adalah penuntut ilmu yang sering
melalaikan majelis ilmu atau justru sebaliknya?
Ketika Teknologi Membuat Majelis Ilmu Sepi
Kemudahan berupa teknologi semisal internet dan alat elektronik di era globalisasi ini adalah salahh satu nikmat Allah yang harus kita syukuri. Akan tetapi amat sangat disayangkan jika teknologi yang canggih tersebut justru menjadi sebab [atau kambing hitam] atas sedikitnya penuntut ilmu yang duduk di majelis ilmu. Sebagian mereka berkata, “Ah, mengapa saya harus capek-capek menghadiri majelis ilmu bersama ustadz Fulan? Kan sekarang di internet tersedia begitu banyak permasalahan ilmu agama.” Lupakah kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyifati majelis ilmu sebagai sebuah taman dari taman-taman surga? Jika sekiranya kita tahu betapa besar manfaat dan keutamaan duduk di majelis ilmu, maka kita akan menghadirinya meski dalam keadaan berdesak-desakan.
Kemudahan berupa teknologi semisal internet dan alat elektronik di era globalisasi ini adalah salahh satu nikmat Allah yang harus kita syukuri. Akan tetapi amat sangat disayangkan jika teknologi yang canggih tersebut justru menjadi sebab [atau kambing hitam] atas sedikitnya penuntut ilmu yang duduk di majelis ilmu. Sebagian mereka berkata, “Ah, mengapa saya harus capek-capek menghadiri majelis ilmu bersama ustadz Fulan? Kan sekarang di internet tersedia begitu banyak permasalahan ilmu agama.” Lupakah kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyifati majelis ilmu sebagai sebuah taman dari taman-taman surga? Jika sekiranya kita tahu betapa besar manfaat dan keutamaan duduk di majelis ilmu, maka kita akan menghadirinya meski dalam keadaan berdesak-desakan.
Terlebih lagi, tidak semua solusi dalam
setiap permasalahan agama kita jumpai di media internet. Misalkan,
problematika rumah tangga, masalah dengan mertua, tetangga, rekan kerja,
atau permasalahan pribadi lainnya. Dalam kasus serupa, media internet
hanya memaparkan beberapa kejadian saja yang terkadang tidaklah sama
detailnya dengan yang kita hadapi. Dalam keadaan seperti ini, tentu saja
kita harus menemui ustadz untuk memaparkan problem sedetail-detailnya
dan meminta solusinya.
Saya tidak mengatakan bahwa menuntut ilmu di internet tidak boleh. Tidak. Bahkan jika
teknologi berupa internet itu dijadikan salah satu perantara, pelengkap
dalam menuntut ilmu di samping menghadiri majelis ilmu dan mengkaji
kitab secara langsung maka tentu itu lebih baik. Akan tetapi,
jangan sampai hal tersebut melalaikan kita dari hal lain yang sejatinya
lebih urgen, lebih mendasar, dan lebih berkah dalam pencarian ilmu.
Belajar melalui media jejaring sosial, semisal facebook, twitter, blog,
itu hanyalah pelengkap. Jika mampu menghadiri majelis ilmu dan menelaah
kitab ulama langsung, maka lakukanlah karena itu yang lebih utama.
Tidak sepatutnya seorang penuntut ilmu
meremehkan duduk di majelis ilmu padahal itulah pondasi awal seorang
dalam menuntut ilmu. Bukankah kita tahu bahwa bimbingan guru adalah
salah satu sebab suksesnya seseorang dalam menuntut ilmu? Bukankah kita
juga tahu bahwa orang yang belajar tanpa guru alias otodidak sering kali
jatuh kepada kekeliruan?
Sebagian kita mencari celah untuk
bermalas-malasan hadir di majelis ilmu dengan dalih kemudahan yang
ditawarkan teknologi. Jangan mengkambinghitamkan teknologi, kawan.
Karena inti suatu hal tidak bisa ditinggalkan dengan adanya pelengkap.
Mungkinkah kita berhenti membangun suatu rumah hanya karena kita
mendapati adanya pagar?
Cukuplah sebuah hadis yang menyebutkan
keutamaan dan keberkahan majelis ilmu yang tidak dapat diraih oleh
mereka yang ‘hanya’ mencukupkan diri dengan membaca artikel di internet,
mendengarkan rekaman kajian, dan selainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan..
1) ketenangan turun atas mereka,
2) rahmat meliputi mereka,
3) malaikat menaungi mereka,
4) dan Allah menyanjung mereka di tengah para malaikat yang berada di sisi-Nya.”[8]
Saya jadi teringat nasehat seorang teman.
Beliau berkata, “Sejatinya yang kita cari di sini bukanlah semata-mata
ilmu yang banyak. Akan tetapi keberkahan ilmu itu sendiri.”
Akhir kata, kembali saya mengajak diri
pribadi dan sahabat alvictory semua untuk giat menghadiri majelis ilmu di manapun kita
berada. Jangan sampai kemudahan yang ditawarkan teknologi menjadi alasan
jauhnya kita dari para penuntut ilmu. Sepatutnya kita justru menjadikan teknologi itu sebagai penunjang bersamaan dengan hadir di majelis ilmu.
Bukan malah menjadikan teknologi [yang notabene adalah perantara]
sebagai tujuan dan meletakkan majelis ilmu [yang merupakan dasar dalam
menuntut ilmu] sebagai pelengkap atau ‘selagi sempat’. Karena tujuan
teknologi yang memudahkan kita dalam menuntut ilmu baik dari internet
maupun selainnya bukanlah untuk memalingkan kita dari para ulama dan penuntut ilmu yang sebenarnya.
nah, semoga artikel mengenai kemajuan tekhnologi kali ini bisa kita renungkan bersama-sama dan semoga bermanfa'at bagi sahabat semua aminnn :) akhir kata dari saya Wassalamu'alaikum warohmatullahiwabarokatuh
nah, semoga artikel mengenai kemajuan tekhnologi kali ini bisa kita renungkan bersama-sama dan semoga bermanfa'at bagi sahabat semua aminnn :) akhir kata dari saya Wassalamu'alaikum warohmatullahiwabarokatuh
0 Komentar Untuk "Ketika Teknologi Membuat Majelis Ilmu Sepi"
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon